Home » » Suherman Ade Tamatan SD Jadi Kuliner Handal Didunia dan di undang dalam "Kick Andy"

Suherman Ade Tamatan SD Jadi Kuliner Handal Didunia dan di undang dalam "Kick Andy"

Written By Unknown on Minggu, 28 September 2014 | 18.03

Potret Indonesia (MR) - Suherman Ade bercerita tentang awal mula dari perjuangannya sehingga menjadi kuliner handal didunia pada saat diundang dalam acara Kick Andy, Minnggu (28/9)

Beliau di temani oleh istri dan anaknya bercerita tentang sejarah hidupnya yang mengantkan ia pada kesuksesannya saat ini, Seherman tidak menyangka bahwa dia akan menjadi kuliner handal didunia hanya bermodalkan Ijazah terakhir SD dan kemauan untuk berusaha, Suherman hanya bercita-cita ingin jadi penyanyi dangdut, dalam acara tersebut berbagai kekocakan yang terjadi pada audiens akibat menjelaskan tentang cita-citanya yang tidak tersampaikan, kemudian Andy F. Noya yang memandu Acara tersebut mengizinkan Suherman Untuk membawakan lagu dangdut yang sering ia nyanyikan, kekocakan dan kelucuan terjadi saat ia menyanyikan lagu yang berjudu "IBU", ternyata judul yang ia nyanyikan saat itu tidak memiliki lirik dan yang sesuai karena dia sendiri yang menciptakannya secara mendadak, dan ia bernyanyi tidak karuan yang membuat semua audies dan Andy tertawa dan bertepuk tangan.

Awal ceritanya sebagai berikut : Takdir mempertemukan Suherman Ade dengan pakar kuliner William Wongso. Berkat ketekunan dan kemauan keras untuk belajar, Suherman yang semula merupakan tukang kebun William, bertransformasi menjadi seorang chef professional. Pasangan mentor dan murid ini lantas bersama-sama memperkenalkan masakan tradisional Indonesia ke lebih dari 30 negara di dunia.

Proses perkenalan Suherman dengan William Wongso terjadi di tahun 1994. Sebelumnya, ia hanyalah seorang pekerja di sebuah peternakan sapi, di daerah Ciliwu, Garut. Namun ia hanya bekerja tiga bulan saja di sana, lantaran pemiliknya meninggal dunia. Saat itulah, ia mulai berpikir untuk mencari pekerjaan lain.

Kebetulan pula, salah satu tetangganya sudah beberapa kali menawari pekerjaan di Jakarta. Suherman yang tadinya enggan pindah ke ibu kota, lantas memutuskan menerima tawaran tersebut. Meski saat berangkat dari Garut ke Jakarta, ia tidak tahu pekerjaan apa yang hendak dilakoninya. Niatnya hanyalah mencari uang.

Sampai akhirnya ketika sampai di Jakarta, ia bertemu seseorang yang menawarinya bekerja di rumah William Wongso, di daerah Kemang, Jakata Selatan. Pada saat itu, Suherman belum mengenal sama sekali siapa William Wongso. Di rumah pakar kuliner itu, dia dipekerjakan sebagai tukang kebun yang tugasnya mengurus taman.

Suatu hari, kepala rumah tangga di kediaman William Wongso yang biasa memasak sedang pulang kampung. Ia pun diminta untuk sementara mengambil alih tugasnya, memasak untuk Pak William. Ia pun akhirnya memberanikan diri untuk mencoba membuat masakan berdasarkan resep yang dicarinya di banyak majalah wanita. Dan ia semakin percaya diri, saat melihat, William Wongso, yang saat itu belum diketahuinya sebagai seorang pakar kuliner, tidak pernah komplain terhadap masakannya.      

Sampai suatu ketika, kedua anak William Wongso yang berada di Australia pulang ke Jakarta, Suherman berniat ingin memberikan kejutan. Ia ingin membuat masakan yang istimewa, yaitu daging kecap. Sayangnya resep itu gagal ia buat, karena hasilnya malah kehitaman. Namun, saat ia hidangkan makanan itu di meja makan, William dan kedua anaknya tetap melahapnya seperti biasa. Selesai makan, Suherman pun diminta menemui William. Saat itulah, William baru berani mengatakan bahwa masakan yang ia buat salah, dan langsung menunjukkan caranya yang benar memasak daging kecap di dapur, tanpa ada kemarahan sama sekali.

Selanjutnya, di tahun 2000 ia mencoba menawarkan diri untuk dipindahkan kerja ke tempat usaha William, sebuah restoran eksklusif di jalan Panglima Polim, Jakarta Selatan. Alasannya ingin pindah kerja di restoran adalah, agar ia bisa belajar memasak di dapurnya. Saat mengawali kerja di Restoran William Café Artistik itu,  ia hanya bekerja sebagai tukang cuci piring. Selama dua tahun ia melakoni pekerjaan itu. Selanjutnya, pekerjaannya pun meningkat menjadi tukang memasak, tapi hanya memasak untuk karyawan restoran.

Suatu malam, di restoran itu ada acara jamuan makan malam dengan menu western. Rasa penasaran Suherman pun muncul untuk mengetahui seperti apa rupa makanan orang barat itu. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk tetap berada di restoran sampai malam meskipun saat itu tidak ada jatah cuci piring dan lembur. Ia berusaha untuk menggali ilmu pada chef yang bekerja, dengan mempelajari segala macam masakan western.

Padahal, sebagai pria yang tidak sempat lulus sekolah Madrasah Tsanawiyah, setingkat Sekolah Menengah Pertama, ia sama sekali tidak bisa Bahasa Inggris. Sementara masakan western banyak yang menggunakan bahasa asing itu. Masakan western yang pertama kali dicoba buatnya adalah pasta. Selanjutnya, ia mengembangkan ilmunya lagi secara otodidak.

Ternyata, hasil dari belajar secara sendiri itu, akhirnya bisa membuatnya melangkahi empat posisi sekaligus. Dengan kemampuannya, ia bisa melewati level junior cook, dan langsung menjadi cook. Tak lama berselang, ia pun bisa duduk di posisi senior cook.

Setelah lama berkutat di dapur dan sudah menguasai masakan western maupun lokal, Suherman pun mulai berpikir ingin mengkhususkan dirinya ke masakan Indonesia, karena ia memang ingin berperan untuk melestarikan masakan negeri sendiri. Keputusannya itu pun sangat didukung oleh William Wongso, bahkan William sempat mendatangkan juru masak dari berbagai daerah di Indonesia agar ia bisa langsung mempelajari dari mereka. Misalnya, ahli dari Semarang mengajarinya cara memasak lumpia. Ahli dari Pekalongan mengajarinya cara memasak cumi Pekalongan, sakang ayam, tauto, dan acar nanas. Bahkan untuk belajar masak rendang, juga didatangkan ahli masak dari Padang.

Setelah ia sudah bisa menguasai ilmunya, ia pun mencoba mendatangi daerah asal masakan-masakan tadi untuk merasakan keotentikan masakan itu. Masa-masa ia mempelajari masakan Indonesia itu terjadi di tahun 2005. Dua tahun setelah itu, Pak William Wongso langsung mempercayainya untuk menjadi head chef di Restoran Palada, yang terletak di Alun-Alun West Mall, Grand Indonesia. Selama setahun ia mengemban posisi itu.

Tahun 2008 ia mulai dipercaya mendampingi Pak William ke luar negeri. Sungguh hal yang sama sekali tidak disangkanya, ia bisa sampai ke negara orang dengan membawa masakan Indonesia. Bahkan saat itu pun, ia belum pernah sama sekali merasakan naik pesawat terbang. Tujuan pertama kali yang ia datangi bersama William Wongso adalah sebuah food festival di Inggris. Mereka hanya berdua berangkat ke sana, tanpa asisten sama sekali.

Walaupun saat itu ia tak bisa Bahasa Inggris, namun ia tetap percaya diri, karena nama-nama bumbu dalam Bahasa Inggris sudah dihafalnya. Selama di sana ia hanya sedikit berbincang-bincang dengan bahasa isyarat saja. Selebihnya, di sana ia lebih fokus bekerja di venue yang sudah disediakan.

Namun, ada kejadian lucu yang tak pernah bisa ia lupakan saat berada di sana. Ternyata kedatangan mereka ke acara itu tidak sama sekali membawa peralatan memasak karena berpikir semuanya sudah disediakan panitia. Ternyata, semua chef dari luar negeri sudah terbiasa bepergian dengan membawa peralatan masing-masing. Dan sebagian dari para chef itu tidak ada yang mau meminjamkan peralatannya ke chef lain. Tapi untungnya, ada seorang chef dari Jerman yang mau meminjamkan peralatannya. Namun, gara-gara lupa menyimpan dan meninggalkan begitu saja di dapur, besoknya semua peralatan masak itu hilang. Suatu pengalaman yang menjadi pembelajaran baginya dan William Wongso.

Cerita lainnya, di sana mereka mengikuti food festival selama tiga hari. Di hari pertama mereka menyiapkan stok makanan yang banyak sekali dengan maksud agar bisa disimpan untuk hari-hari selanjutnya. Tapi ternyata, antusiasme pengunjung pada masakan Indonesia sangat besar. Di hari pertama itu juga semua stok makanan yang mereka siapkan langsung ludes tak tersisa. Saat itu, mereka membawakan tema Nusantara, dengan menghadirkan hidangan dari 30 provinsi, seperti selada Bangka, asinan Bogor dan lain-lain.

Sampai saat ini, total sudah hampir 30 negara yang pernah Suherman kunjungi. Selain mengikuti food festival internasional, ia juga beberapa kali menjadi koki tamu di sejumlah restoran terkenal di manca Negara, seperti Mandarin Oriental di Inggris, Westin Hotel di Jerman, dan berbagai restoran di Korea, Cina, Singapura, Spanyol, dan yang paling sering, Belanda.

Bisa dikatakan, saat ini Suherman telah menjadi ‘tangan kanan’ dari William Wongso. William Wongso sangat puas dengan kinerja Suherman yang selalu mau beajar dan tidak pernah ada keberatan dengan waktu. Ia sanggup bekerja kapan saja, termasuk saat larut malam sekalipun. Suherman pun merasa, saat dirinya berada di dapur, ia sangat mudah untuk berkespresi.

Sebagai mentor, William Wongso pun juga selalu membebaskan kalau dirinya ada tawaran pekerjaan dari luar. Dukungan William Wongso terhadap perkembangan karirnya memang begitu besar.

Suherman pun saat ini juga berkantor bersama William Wongso di sebuah laboratorium memasak yang ada di kawasan Melawai, Jakarta Selatan. Di sana mereka melakukan banyak hal, salah satunya melakukan pengetesan terhadap suatu produk makanan, seperti minyak dan bumbu. Juga mengevaluasi bahan dan cara pemakaiannya. Misalnya, di Indonesia di mana ketika orang memasak menggunakan santan, ukurannya selalu memakai perasan, mereka pun membuat perbandingan untuk santan kental dan santan encer berapa jumlah yang bisa digunakan untuk dibuat jadi santan instan. Karena memang, mereka juga memiliki produk makanan Indonesia dalam kemasan yang dijual ke luar negeri. Selain itu, William Wongso pun juga memiliki beberapa buku masakan Indonesia yang diterbitkan di luar negeri.

Mimpi Suherman selanjutnya di dunia kuliner Indonesia adalah membuat sekolah yang khusus mengajarkan tentang masakan Indonesia. Karena ia melihat memang belum ada yang seperti itu. Konsepnya mirip dengan show room mobil, tapi ini show room memasak di mana semua yang ingin belajar masakan Indonesia bisa bergabung. Selanjutnya, ia juga ingin memiliki acara program memasak sendiri di televisi, yang akan mengajarkan memasak makanan tradisional.

Bicara cita-cita semasa kecil, sebetulnya Suherman dulu sangat ingin menjadi juara MTQ atau ustaz. Kebetulan masa kecilnya ia memang sempat masuk pesantren, dan di daerah asalnya, Garut, orang yang masuk pesantren diharapkan bisa menjadi ustaz.

Semasa kecil Suherman tidak terlalu bisa memasak, namun saat sempat bekerja di perkebunan sayur di Papandayan, Garut, di situ ia bisa mempelajari perbedaan sayuran yang bagus dan jelek, dan yang laku atau tidak. Mungkin dari situlah instingnya diasah untuk melihat bahan-bahan masakan yang berkualitas atau tidak.

Suherman pun berusaha menularkan kegemarannya memasak kepada ke empat anaknya, Mohamad Rizki Abadi Lindu, Ama, Khoirunissa, dan Malika. Anaknya yang paling besar sudah bisa menggoreng telur, nugget dan menumis sendiri. Ia mengajari Rizki untuk tidak takut dengan cipratan minyak saat menggoreng atau kena pisau saat mengiris bawang.

Namun, sehari-harinya Suherman mengaku jarang memasak. Tugas memasak ia berikan kepada istrinya, Istiana Hujumria. Tapi seminggu sekali Suherman selalu membuat frozen food untuk si bungsu yang masih balita, karena masih belajar makan MPASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu). Sementara untuk menu favoritnya, Suherman cukup menyukai ikan asin, lalapan kacang panjang, dan sambal.
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. MR - Lambu - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger