Potret Kebudayaan Bima (MR) – Permainan tradisional daerah Bima
banyak terinspirasi dari kegiatan dan pemberontakan yang di lakukan oleh Negara
Belanda (Nipo) pada jaman penjajahan dulu, kegiatan yang dilakukan oleh
penjajah tersebut dijadikan sebagai permainan bagi anak-anak yang di daerah
bima dan permainan tersebut masih ada serta masih tetap terlestarikan sampai
sekarang, mengapa kegiatan tersebut di jadikan sebagai permainan tradisional
oleh daerah bima, karena apa yang menjadi kegiatan yang dilakukan oleh penjajah
dahulu masih melekat dalam diri orang tua mereka dan kegiatan tersebut di
turunkan kepada anak mereka dan di jadikan sebagai permainan tradisional secara
turun temurun untuk mengingat masa-masa penjajahan dahulu yang dilakukan oleh
Negara Belanda (Nipo).
Adapun jenis permainan
tradisional daerah Bima yang terinspirasi dari jaman penjajahan dulu yaitu :
1. Mpa’a
Lewa (Pemainan Perang).
Jenis permainan
ini biasa dilakukan oleh anak-anak waktu sore hari, sakin keasyikan bermain,
terkadang permainan ini bisa sampai menjelang magrib atau malam hari, alat dari
permainan ini cukup sederhana dan bahan mudah didapat, alatnya berbahankan
potongan batang daun pisang (“Pati Kalo” dalam Bahasa Bima) kemudian dibuat sehingga
bebrentuk seperti senjata Api sungguhan, dan proses pembuatannyapun sangat sederhana,
kemudian alat permainan perang tradisional yang dikembangkan oleh anak-anak
daerah Bima yaitu terbuat dari papan bangunan dan tangkai bambu muda yang
memiliki lubang, jenis alat permainan ini sudah memiliki peluru buatan yaitu, ikatan
kabel bekas sehingga membetuk benjolan di ujungnya kemudian dipotong unjunya
yang berdekatan dengan benjolan, potonglah sesuai dengan selera, alat inilah yang
berfungsi sebagai peluru dan karet yang fungsi sebagai alat tarikan (Khusus
untuk Senjata yang terbuat dari papan Bangunan) selanjutan untuk senjata yang
terbuat dari tangkai bambu muda yang berlubang pelurunya terbuat dari daun
tumbuhan yang digulung dan dimasukan kelubang bambu, pada dasarnya permainan
ini memiki dua prinsip yaitu :
Prinsip
yang pertama membagi regu. Pada prinsinya permainan ini memiliki dua
regu yaitu regu A dan B, setiap regu berjumlah lima orang atau lebih, tambah
banyak tambah seru, setelah setiap segu memiliki anggota, mereka harus
berkumpul terlebih dahulu dari kedua regu tersebut untuk memastikan bahwa jumlah
angota setiap regu itu seimbang, setelah semuanya fiks maka setiap regu wajib
memiliki ketua regu (Komandan regu) yang bertugas menjalankan misi perang,
setiap regu memiliki target utama yaitu melumpuhkan ketua regu (komandan regu),
jika seandainya ketua regu bisa dilumpuhkan atau ditempak maka bertanda
permainan telah selesai dan bisa di ulang kembali
Prinsip
yang kedua setiap anggota segu harus Menyebar. Penyebaran anggota
setiap regu merupakan keharusan dalam permainan ini, perbedaan antara perang
asli dan permainan perang terletak dari angota.
Perang asli setiap anggota tidak dibenarkan keluar dari segu dan kalau
jalan harus di komanda regu yang dahulu, sedangkan permainan ini harus menyebar
dan penyebarannya tidak terlalu jauh dari lokasi setempat, bagi setiap anggota
segu yang kelihatan harus menembak sambil menyebutkan nama siapa yang tertempak,
karna tidak ada pelurunya, bagi yang di sebut namanya meninggal, supaya di
ketahui ada yang meninggal.
2. Mpa’a
Kapole (Permainan Bersembunyi/Polisi).
Jenis permainan
ini biasa dilakukan oleh anak-anak daerah bima pada malam hari setelah sholat
isya dan mengaji, permainan ini bertujuan untuk menambah rasa solidaritas dan
keakraban antara satu dengan yang lain serta membangun rasa kepekaan dalam
menanggapi segala kemungkinan yang terjadi di lingkungan sekitar.
Pada prinsipnya
permainan ini terbagi menjadi dua regu dan memiliki jumlah anggota masing
kurang lebih 5 orang, dalam permainan ini ada benteng yang terbuat dari bambu
dan kayu yang di tancap ke tanah untuk di jaga, setelah jumlah angota tiap segu
seimbang, maka di lakukanlah sistem perundingan untuk menentukan regu mana yang
menjadi penjaga benteng, setelah ditentukan penjaga benteng melalui perundian,
maka satu regu yang tugasnya menjaga Benteng Pusat dan satu regu menjadi
penyerang akan menyebar mengelilingi benteng dari jarak jauh, setelah itu
perwakilan dari anggota regu penyerang berteriak “Kapole...(Bahasa Bima)”
bertanda permainan sudah di mulai, dan regu yang berada di benteng pusat
tersebut wajib menjaganya supaya tidak tersentuh oleh regu penyerang, karena yang
menjadi target dalam permainan ini adalah satu benteng pusat, bila benteng
pusat tersentuh oleh regu penyerang, maka permainan akan di menangkan oleh regu
penyerang, jikan regu penjaga benteng lebih dulu menyetuh anggota tubuh dari
regu penyerang, maka yang menjadi pemenangnya adalah regu penjaga dan regu
penjaga tersebut berganti posisi penjadi regu penyerang dalam permainan
selanjutnya, sesuai kesepakatan apakah permainan itu dilanjutkan atau tidak.
3. Mpa’a
jaga ‘dua Bente (Permainan Menjaga Benteng).
Pada prinsipnya
permainan ini terbagi menjadi dua regu dan memiliki jumlah anggota masing
kurang lebih 5 orang, dalam permainan ini ada dua benteng terbuat dari bekas
reruntuhan bangunan dan batu yang masing-masing di jaga oleh setiap regu,
setelah jumlah angota tiap segu seimbang maka setiap kelompok memberikan
aba-aba sebagai tanda permainan segera dimulai, yang menjadi target pemainan
ini adalah masing-masing anggota regu dan benteng. Sistem dalam permainan ini
adalah sebagai berikut :
a.
Perwakilan regu maju untuk menyerang benteng lawan
kemudian regu yang lain ikut melawan menyerang.
b.
Bagi anggota yang lama meninggalkan benteng
dalam penyerangan wajib kembali kebenteng mereka masing-masing, gunanya untuk
memperoleh kekuatan baru seperti permainan ONLINE, jika hal itu tidak segera
dilakukan, maka besar peluang lawang untuk menyandranya.
c.
Jika ada yang di sandra, maka kewajiban tiap
anggota regu untuk membebaskanya dengan cara menyentuh bagian anggota tubuhnya.
d.
Permainan akan berakhir jika menyentuh benteng
lawan dengan kaki, serta semua anggota lawan berhasil disandra
4. Mpa’a
malaci/tapa gala (Permainan mengaja tiap posisi)
Pemainan ini di
adopsi dari permainan gobak sodor di daerah jawa. Dalam mpa’a tapa gala, dua
regu akan bergiliran menjadi regu yang bermain maupun yang berjaga
foto/kahabanet |
Permainan
berakhir apabila seluruh pemain berhasil menyebrang hingga ke belakang arena
dan menginjak sudut atau pojok garis tapa gala arena permainan lalu kembali ke
titi asal dengan aman tanpa di sentuh atau di pegang oleh lawan regu yang
menjaga setiap posisi penyebrangan. Karena itu permainan ini sangat dibutuhkan
kelincahan bergerak agar dapat dengan mudah menangkap lawan atau lolos dari
hadangan lawan.
5. Mpa’a
Kasti (Permainan dinasti)
Dalam permainan
ini alat yang dibutuhkan adalah sebuah bola yang sebelumnya terbuat dari kertas
bekas kemudian digulung sehingga terbentuk layaknya sebuah bola yang berukuran
seperti bola tenis lapangan. Selain itu juga permaina ini membutuhkan beberapa
pecahan genteng yang kemudian disusun secara vertikal seperti bangunan
kastil/dinasti
foto/kahabanet |
6. Mpa’a
Kawongga Haju Luhu
Alat dari
permainan ini terbuat dari kayu pilihan sehingga tidak mudah pecah pada saat
diadu atau dipukul sama lawanya, serta ujung bawah dalam pengirisan jangan
terlalu runcing supaya saat pemutaran lama di atas tanah, teknik pembuatan alat
permainan ini sedikit unik dan rumit.
Pada prinsipnya
dalam permainan ini yaitu ; kepala alat permainan tersebut digulung sedemikian
rapi dengan tali yang di anyam dari daun pandang yang sudah dikeringkan
sebelumnya, setelah itu dilepas dan ditarik supaya bisa berputar di atas
permukaan tanah, siapapun yang punya alat permainan lama berputar diatas
permukaan tanah, maka dialah yang menjadi pemenang awal untuk melakukan pukulan
pertama dalam permainan ini.
Menarikan,,?
Semoga apa yang disajikan Oleh MR kali ini dapat merekonstruksi memori anda
pada masa lalu..
Posting Komentar